BAB I
PEMBAHASAN
A.
Kondisi Fisik Negara Jerman
Bangsa Jerman merupakan bangsa asli Jerman yang
secara genetik dan budaya merupakan kelompok budaya, kewarganegaraan dan menggunakan bahasa Jerman
sebagai penutur. Bangsa ini terutama menghuni negara-negara Jerman, Swiss, Liechtenstein,
Austria,
dan Luxemburg.
Jumlah penduduk bangsa ini ialah 160 juta jiwa, 80 juta jiwa umumnya menghuni Jerman. Karena
letaknya yang berada di tengah-tengah Eropa dan sejarah panjangnya sebagai
suku-suku yang berbeda sebelum akhirnya bersatu, Jerman memiliki banyak nama
sebutan. Diantaranya : German, Germany, Germania, Allemania, Saksa Deutsch
dan Niemcy.
(Blaschke; 2004. hal. 88) Jerman terletak di Eropa bagian
tengah dan berbatasan langsung dengan sembilan negara. Disebelah barat
berbatasan dengan Belanda,
Belgia,
Luksemburg,
dan Perancis.
Disebelah selatan berbatasan dengan Swiss dan Austria. Disebelah timur berbatasan dengan Ceko dan Polandia.
Dan disebelah utara berbatasan dengan Denmark.
Wilayahnya pernah pula terpecah secara politik sejak tanggal 7 Oktober
1949 sampai tanggal 3 Oktober
1990, sehingga bagian
timur negara ini dikuasai oleh rezim komunis dan bernama Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur,
atau Deutsche Demokratische Republik disingkat DDR).
Secara umum, topografi Jerman adalah
dataran rendah di utara dan wilayah berbukit-bukit di bagian selatan. Sungai-sungai
yang mengalir cukup besar sehingga beberapa dapat dilayari oleh kapal berukuran
sedang hingga jauh ke hulu, seperti Sungai Rhein,
Sungai Elbe,
Sungai Donau,
Sungai Weser,
dan Sungai Main.
Sebelumnya datangnya Islam, warga
Jerman sudah dapat dikatakan kaum intelek. Kebanyakan orang memiliki pendidikan
yang baik, taraf hidup yang tinggi dan ruang gerak yang cukup luas untuk
mengatur kehidupan secara individual. Sejak reunifikasi, Jerman merupakan
negara yang paling padat penduduknya di Uni Eropa. Sekitar 82 juta orang tinggal
di wilayah Jerman, hampir seperlima di antaranya di bagian timur, di wilayah
bekas Jerman Timur. Namun, dampak pembelahan Jerman di bidang
kemasyarakatan belum diatasi sepenuhnya dua puluh tahun setelah terjadinya
reunifikasi tersebut. Dalam rangka globalisasi, Jerman ke arah masyarakat imigrasi modern
dengan kemajemukan budaya yang terus meningkat.
Jerman adalah tempat kelahiran reformasi yang dimulai oleh Martin Luther
pada awal abad ke-16. Protestan
(terutama di utara dan timur) terdiri dari 33% populasi dan Katolik
(terutama di selatan dan barat) juga 33%. Keseluruhan terdapat sekitar 55 juta
orang beragama Kristen. Dan juga sekitar 30% dari populasi Jerman mengakui
tidak memiliki agama. Di Timur angka ini dapat lebih tinggi. Selain itu ada
beberapa ratus ribu pemeluk Ortodoks.
Di wilayah bekas Jerman Timur, kehidupan keagamaan kurang berkembang
dibandingkan dengan di eks-Jerman Barat akibat rezim komunis yang memerintah
sebelumnya kurang memberi perhatian pada kehidupan keagamaan.
B. Masuknya Agama Islam di Jerman
(Schiffauer; 2005. hal. 1131) Sebenarnya Islam sudah dikenal oleh bangsa
Jerman sejak zaman pendudukan Kekhalifahan Islam di Spanyol. Pada saat itulah
kekuasaan dan kemajuan dunia Islam disegani oleh bangsa- bangsa Eropa. Andalusia dijadikan pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dibawah Kekhalifahan Islam. Eropa mulai memasuki abad pertengahan,
mereka menyebutnya sebagai zaman kegelapan atau The Dark Age. Pada zaman perang
salib, peperangan terjadi antara kaum muslim dengan bangsa Eropa, terutama
Perancis, Jerman dan Inggris. Setelah perang salib berakhir, toleransi antar
agama dan kebudayaan pun berlangsung. Di saat itulah bangsa Eropa termasuk
Jerman mulai mengenal lebih jauh tentang Islam. Sastrawan nomor satu di Jerman,
Wolfgang von Goethe, adalah seorang pengagum Muhammad saw. Hubungan antara
Jerman dan Islam terus berlanjut. Pada tahun 1739, raja Friedrich Wilhelm I mendirikan sebuah
masjid di kota Potsdam untuk tentaranya yang beragama Islam, mereka disebut dengan nama
pasukan Muhammadaner. Mereka juga diberikan jaminan kebebasan beribadah. Pada Februari 1807 pasukan Muhammadaner
membantu raja Wilhelm memerangi Napoleon dari Perancis. Bersama pasukan Jerman
lainnya, mereka pun memerangi Rusia dan Polandia. Pada satu resimen bernama
Towarczy, 1220 tentara beragama Islam dan 1320 tentara lainnya beragama
kristen. Pada zaman itu, kaum muslim di Jerman selain menjadi tentara, mereka
juga banyak yang menjadi pedagang, diplomat, ilmuwan, dan penulis.
Pada saat Perang Dunia Pertama,
Jerman kembali bersekutu dengan tentara muslim dari Kekhalifahan Turki. Hal ini
membuat komunitas muslim di Jerman bertambah banyak dan makin menguatkan
eksistensinya. Lembaga Muslim Jerman sudah berdiri pada tahun 1930. Antara 1933
dan 1945, tercatat lebih dari tiga ribu warga Jerman beragama Islam, dan tiga
ratus di antaranya berdarah etnis Jerman. Sayangnya, pada saat kepemimpinan
Hitler dan perang dunia kedua, umat Islam terpecah-pecah. Kebebasan beribadah terancam. Sebagian
umat Islam pergi melarikan diri ke negara Balkan. Setelah perang dunia kedua
berakhir dengan kekalahan besar yang didapatkan Jerman, hubungan antara Jerman
dan umat Islam
kembali terjalin. Keberadaan Islam di Jerman meningkat pada tahun 1960-an.
Akibat perang dunia, negara Jerman hancur berantakan. Jerman membutuhkan banyak
tenaga kerja. Para pekerja berdatangan dari Italia, Turki dan Eropa Timur untuk
membangun Jerman kembali. Setelah kontrak kerja mereka selesai, para pekerja
ini menolak untuk pulang ke negara mereka, bahkan mereka mendatangkan
keluarga-keluarganya untuk tinggal menetap di Jerman. Berlin menjadi kota
dengan jumlah komunitas Turki terbesar setelah Istanbul.
Meski
Islam dan umatnya kerap dilecehkan dan mendapat teror di berbgai tempat, namun
cahaya kebenaran tidak pernah redup. Di Jerman, sebuah sensus menyebutkan bahwa
Islam menyebar pesat.
(Radtke,2001, hal. 19-33) Sebuah kajian mengenai kehidupan
Muslim di Jerman menunjukkan fenomena pindah agama di kalangan masyakarat kelas
menengah Jerman yang angkanya cukup mencengangkan. Walaupun media “rajin” memberitakan tentang
terorisme yang dikaitkan dengan Islam, kekerasan dalam rumah tangga Muslim, dan
bom bunuh diri.
Islam masuk akal dan memiliki arahan yang jelas. Fakta bahwa para muallaf datang dari
kalangan berpendidikan dan intelektual seperti dokter Kai Lühr dan pengacara
Nils von Bergner menyatakan Islam adalah agama yang dapat diterima akal. Lain halnya dengan Nils von Bergner,
satu dari lebih dari 350 warga Hamburg yang masuk Islam di tahun 2005. Dia
punya cerita lain tentang perjalanannya menuju Islam. Ia mengaku
sebagai orang yang senantiasa mengimani Tuhan, dan beribadah kepadaNya. “Namun
di satu sisi saya tidak merasa bahagia, saya selalu memiliki perasaan bahwa
saya membalas kebaikan Tuhan terlalu sedikit,” katanya saat mengisahkan masa
lalu perjalanannya menuju Islam. “Dan itulah alasan kenapa saya pernah bertutur, bahwa jika
sudah memeluk Islam, saya benar-benar ingin lima kali sehari mengingat dan
memanjatkan doa dan mendapatkan kesempatan untuk berterimakasih kepada Tuhan.”
Jerman ternyata
memiliki lebih banyak penduduk Muslim daripada yang diperkirakan sebelumnya
dengan hampir separuh dari mereka memiliki kewarganegaraan Jerman sehingga
dapat ikut memberikan suara dalam pemilu. Muslim di Jerman adalah minoritas terbesar di negara
tersebut dan terbesar kedua di Eropa setelah Perancis. Meskipun mereka telah
berimigrasi ke Jerman sejak 1960an. Muslim Jerman terus menderita berbagai problem sosial,
seperti pengangguran, kurangnya pendidikan dan perwakilan politik. Mayoritas
umat Muslim Jerman taat sekali dalam menjalankan ajaran agamanya namun mereka
menghadapi sejumlah penghalang dalam integrasi sosial akibat adanya
aturan-aturan seperti pemisahan laki-laki dan perempuan serta akomodasi
religius di sekolah. Meskipun lebih dari separuh Muslim yang disurvei adalah
anggota sejumlah organisasi, seperti klub olahraga atau perkumpulan orangtua,
bukanlah sebuah indikasi yang cukup kuat akan adanya integrasi sosial ketika
banyak Muslim yang menjadikan sekolah-sekolah umum di Jerman sebagai
kekhawatiran utama mereka. Kurangnya akomodasi keagamaan di kelas-kelas agama
dan digabungnya siswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelas adalah dua dari
sejumlah isu utama yang dihadapi generasi muda Muslim di Jerman. Menyerukan lebih banyak kesetaraan
hukum bagi Muslim Jerman dan penguasaan bahasa Jerman sebagai faktor-faktor
utama penjamin integrasi kaum agama minoritas. Muslim harus memiliki hak-hak
yang sama karena negara kita menjamin kebebasan beragama dan hal itu tidak
terbatas pada satu sudut pandang dunia bahwa umat Muslim harus menerima konstitusi demokratis
"tanpa syarat".
C. PERKEMBANGAN ISLAM DI JERMAN
Pembicaraan
mengenai Islam dan komunitas Muslim di negara-negara Barat kini menjadi salah
satu topik menarik. Hal ini tidak hanya karena perkembangnya yang cukup signifikan
tapi juga karena memberi dampak terhadap kehidupan sosial politik negara-negara
tersebut. Di sebagian besar negara-negara Eropah Islam kini telah menjadi agama
terbesar kedua dan keberadaanya saat ini mulai diperhitungkan sebagai agama
yang “diakui” pemerintah. Salah satu negara Eropah yang memiliki penduduk
Muslim yang besar adalah Jerman, dengan jumlah berkisar 3.7 juta jiwa.
1. Komunitas Muslim
di Jerman
(Dr.
Phil. H. Zainul Fuad, M.A, 2010) Keberadaaan
orang-orang Islam pertama sekali di negeri Jerman tidak terlepas dari masuknya
bangsa Turki ke wilayah tersebut di akhir abad ke 17 yang merupakan respons
perlawanan terhadap kolonialisme Barat. Mereka menetap dan berketurunan di
wilayah tersebut. Ketika bangkitnya industri-industri di Eropah, banyak warga
Muslim dari Turki dan Timur Tengah melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan ke
Eropah termasuk Jerman. Tahun 1961, 1963, dan 1965 orang-orang keturunan Turki,
Maroko, dan Tunisia direkrut sebagai pekerja di Jerman atas persetujuan antara
pemerintah Jerman dengan negara-negara bersangkutan. Belakangan warga Muslim
dari Libanon, Palestina, Afganistan, Aljazair, Iran, Iran dan Bosnia juga
datang ke Jerman mengungsi karena negara mereka dilanda perang. Karena
merupakan negara maju, Jerman juga menjadi target bisnis dan pendidikan. Banyak
para profesional, pebisnis, pekerja dan mahasiswa Muslim dari India, Pakistan,
dan Asia Tenggara datang dan sebagian menetap di sana.
(Wolbert, 1984.) Jumlah penduduk Muslim di Jerman
saat ini berkisar 3,7 juta jiwa. Mayoritas adalah keturunan Turki dengan jumlah
lebih dari 2 juta orang. Menurut lternati tahun 1999, komposisi kaum Muslim di
negeri ini adalah sbb: Turki 2.053.564, Bosnia 167.690, Iran 116.446, Marokko
81.450, Afghanistan 71.955, Libanon 54.063, Pakistan 36.924, Tunisia 26.396,
Syiria 19.055, Aljazair 17.705, Irak 16.745, Mesir 13.455, Yordania 12.249,
Albania 10.528, Indonesia 9.470, Somalia 8.248, Banglades 7.156, Sudan
4.615, Malaysia 3.084, Senegal, 2.509, Gambia 2.371, Libya 1.898, Kirgistan 1.662,
Azerbaijan 1.399, Guinea 1.287, Usbekistan 1.249, Yaman 1.083. Tidak jelas
berapa jumlah Muslim yang berasal dari Jerman sendiri. Satu laporan dari
Lembaga Statistik Khusus umat Islam di Jerman menyebutkan sedikitnya 18.000-an
orang, namun ada dugaan menyebutkan sekitar 40.000 orang.
2. Konversi Agama ke
Islam
(Dr.
Phil. H. Zainul Fuad, M.A, 2010) Satu fenomena yang menarik belakangan bahwa
tingkat konversi orang-orang Jerman ke Islam cukup tinggi. Majalah ternama
Jerman Der Spiegel pernah menyebutkan bahwa
antara Juli 2004 dan Juni 2005 saja terdapat sekitar 4000 orang di Jerman masuk
Islam, fenomena ini terjadi justru disaat media-media Barat gencar mengaitkan
Islam dengan terorisme.
Apa
motivasi masuknya orang-orang Jerman ke Islam? Monika Wohlrab-Sahr dari Institut
für Kulturwissenschaften Universitas Leipzig dalam studinya
menyatakan “viele auf der Suche nach dem “Andersartigen” (banyak yang
sedang mencari “bentuk lain”). Dalam banyak kasus, katanya. “..die
Konvertiten meist lternati vorangegangenen Lebenskrise heraus den Islam
entdeckten und nicht, wie oft im Nachhinein geschildert werde,
ein tatsächlicher Vergleich mit anderen Religionen stattgefunden habe. (Banyak
pelaku konversi tersebut mengalami problematika kehidupan dan menemukan solusi
dalam Islam, bukan karena membanding-bandingkannya dengan agama lain,
sebagaimana yang kerap digambarkan). Monika menyebutkan bahwa penekanan
terhadap kedisiplinan dan kepatuhan dalam Islam lebih kuat. Salah seorang
muallaf menyebutkan tertarik pada Islam karena ajaran ini paling jelas merinci
tuntunan hidup bagi umatnya. Ada juga yang mengakui meski Islam saat mundur
dari peradaban Barat, namun ajarannya tetap relevan hingga saat ini.
3. Kebebasan Beragama
(Dr.
Phil. H. Zainul Fuad, M.A, 2010) Di Jerman, kebebasan beragama dijamin oleh
Undang-Undang. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar Jerman (Grundgesetz)
menyebutkan Die Freiheit des Glaubens, des Gewissens und die Freiheit
des religiösen und weltanschaulichen Bekenntnisses sind unverletzlich. (Kebebasan
beragama dan memiliki pandangan filosofis hidup tidak boleh diganggu). Memang
belakangan terdapat beberapa kasus dimana warga Muslim mendapat diskriminasi di
Jerman misalnya dalam masalah jilbab. Namun hal ini bukanlah kasus yang
fenomenal dan tidak merubah kebijakan pemerintah Jerman terhadap umat Islam.
Secara umum, masyarakat Jerman sangat menghargai kebebasan beragama. Sebuah
survey yang pernah dilakukan Stiftung Konrad Adenauer menunjukkan
bahwa dua pertiga peserta polling percaya bahwa umat Islam harus diberikan
kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama mereka.
Organisasi-organisasi
Islam di Jerman umumnya berafilisasi kepada kelompok-kelompok kultural seperti
tersebut diatas. Namun belakangan ada upaya-upaya penyatuan dengan membuat
lembaga yang berfungsi sebagai mediator dan pemersatu berbagai organisasi yang
ada.
4. Pendidikan Islam Formal
(Dr.
Phil. H. Zainul Fuad, M.A, 2010) Berbeda dengan kebanyakan ltern-negara lain di
Eropah, Jerman dalam perkembangan terakhir, mulai memperbolehkan pelajaran
agama Islam bagi para pelajar Muslim di sekolah-sekolah umum. Biasanya
pelajaran agama dilakukan orang-orang Islam secara non-formal di ltern-mesjid
atau kelompok-kelompok masyarakat. Kebijakan baru yang merupakan hasil dari
penggodokan bersama antara pemerintah Jerman dan komunitas Muslim di Jerman ini
adalah salah satu upaya mendukung proses integrasi ltern Muslim di Jerman.
Menurut Wolfgang Schrauber, Menteri Dalam Negeri Jerman, kebijakan tersebut
dapat menjembatani perbedaan yang kerap timbul.
Tidak
hanya di level sekolah, pendidikan Islam juga mulai diperkenalkan pada tingkat
akademik dengan membuka Jurusan Teologi Islam di perguruan tinggi di Jerman.
Pendidikan pada tingkat akademik ini dianggap dapat memberi solusi terhadap
masalah kehidupan Muslim dalam keragaman dan juga dapat mengangkat isu
partisipasi mereka dalam diskursus politik di ltem tersebut.
Pencarian pengakuan dan identitas
dari para imigran Muslim, terutama Turki Muslim, di Jerman dan negara Eropa
lainnya terus berproses. Upaya integrasi yang dilakukan oleh pemerintah, kaum
muslim, dan lainnya terus dilakukan, agar eksistensi kaum muslim di sana dapat
sejajar dengan penduduk Jerman lainnya. Upaya tersebut, sedikit demi sedikit
membuahkan hasil, di antaranya "Masuknya studi Islam di berbagai lembaga
kajian dan pendidikan'" di Jerman, bahkan Islam menjadi bagian dari
kurikulum pendidikan bagi kalangan Muslim di Jerman, sebagaimana digambarkan
dalam beberapa tulisan bagian awal. Pada bagian kedua, beberapa tulisan
menggambarkan pro-kontra dari para petinggi Jerman mengenai Islam dan muslim
dalam konteks eksistensi, integrasi, dan kontribusi kaum Muslim terhadap
"kebangsaan dan peradaban" Jerman.
·
Studi Islam Resmi Jadi Program di Universitas Wolfgang
Goethe Frankfurt
Perlu diketahui bahwa Kaum Muslim yang tinggal di Jerman
mencapai 4,3 Juta, dan 2,5 Juta di antaranya adalah berasal dari kaum imigran
Turki. Berbagai persoalan yang mewarnai hubungan antara Islam (Muslim) dan
Jerman (serta Eropa lainnya) mendapatkan perhatian serius dari kalangan
akademisi dan pemerintah Jerman. Salah satunya diupayakan oleh Universitas
Wolfgang Goethe di Frankfurt Jerman. Universitas ini membuka program kajian
Islam selama tiga tahun pada semester musim dingin tahun 2010.
Program sarjana itu akan fokus pada kajian ilmiah agama dan
aspek sejarah Islam. Keberhasilan program studi kajian Islam itu akan ditinjau
ulang oleh universitas tiga tahun sejak peluncuran. Pemerintah Jerman pun
mengumumkan rencana di awal tahun ini untuk mendirikan institut khusus bagi
kajian Islam untuk melatih generasi pemuka Muslim dan pengajar agama untuk
lebih mampu beradaptasi dengan masyarakat Barat. "Jumlah anak-anak
dan kaum muda Islam di Jerman sangat tinggi dan meningkat setiap saat"
ujar Menteri Pendidikan Jerman, Annete Schavan. Karena itu, pemerintah juga
menyambut proposal yang diajukan dewan penasihat pendidikan untuk membentuk
pusat teologi Islami di dua perguruan tinggi negeri.
Program itu sekaligus secara halus mengendalikan bagaimana
bentuk pendidikan keyakinan diajarkan ke populasi Muslim yang kian berkembang.
Tujuan pemerintah, selain agar kaum muslim lebih adaptif dan berintergrasi
secara penuh, kaum muda Muslim juga tak mudah mengikuti pemikiran ekstrimisme
dan kelompok radikal. Pada sisi yang lain, umat muslim Jerman pun berusaha
keras untuk mengikis sterotype tentang Islam dan Islamophobia dari kalangan
non-muslim.
·
Kajian Islam Jadi Kurikulum Baru Pendidikan di Jerman
Menteri Pendidikan Jerman, Annette Schavan mendukung
rencana memasukan Islam sebagai bagian dari kurikulum di negara tersebut.
Schavan menilai kurikulim tentang Islam bisa mengantarkan integrasi
masyarakat Muslim Jerman secara utuh. Tak hanya itu, keberadaan
pendidikan tentang islam akan menjadi jembatan kesepahaman antara pelajar
muslim dan nonmuslim di Jerman. "Tentu saya sangat mengetahui ketakutan
warga Jerman ketika membahas masalah tersebut. Namun, saya melihatnya sebagai
wujud kebebasan beragama sekaligus menengahi dialog antara muslim dan
nonmuslim," ungkapnya seperti dikutip dari Abnar.ir, Senin
(26/7/2010).
Ia mengakui, selama ini pendidikan tentang islam tidaklah
berkaitan erat dengan Alquran namun lebih condong kepada islam radikal. Maka
itu, kata dia, kebijakan baru bisa menjauhkan islam dari citra kekerasan dan
radikalisme serta membuatnya menjadi sangat transparan. "Pengalaman saya
sebagai menteri kebudayaan sangat positif. Penerimaan terhadap islam di Jerman
berubah drastis," ungkapnya. "Faktanya, tidak ada yang dirahasiakan
soal Islam ketika diajarkan," kata dia. Selain mendukung kebijakan
baru tentang kurikulum Islam, Schavan memimpikan pendirian universitas yang
khusus mengkaji Islam. Ia juga mengharapkan adanya pendidikan tentang Imam di
Univeritas di Jerman, yang akan bekerja sebagai guru di masjid. "Kami
membutuhkan pemimpin yang mempelajari agama secara ilmiah dan kritis,"
kata dia.
Schavan juga mengatakan komunitas muslim di Jerman sebaiknya
memahami diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Jerman. Ia meminta tidak
ada isolasi ataupun tuduhan bernada diskriminasi. "Jadi, tidak akan ada
isolasi, semua berjalan secara transparan," tegas dia. Sebagai informasi,
Schavan merupakan sosok dibalik perkenalan kurikulum islam di
Baden-Württemberg. Semasa menjadi menteri kebudayaam, Schavan memperbolehkan
seorang guru muslim untuk mengenakan jilbab. Langkah Schavan bukan tanpa
menuai protes dari warga Jerman. Namun, seiring perkembangan komunitas Islam di
Jerman, negara tersebut memiliki kebijakan lain tentang penanganan
komunitas muslim seperti tidak mengikuti Perancis dan Belgia yang melarang
burka.
·
Uji Coba Pendidikan Islam di Beberapa Sekolah di Jerman
Negara bagian di Jerman, Niedersachsen (Lower
Saxony), mulai memberikan ajaran Islam dalam sekolah-sekolah di wilayahnya.
Kebijakan itu diterapkan untuk melawan sentimen anti-Islam atau Islamofobia di
Eropa. Menteri Pendidikan di negara bagian yang terletak di Barat Laut Jerman
ini, Bernd Althusmann, mengumumkan seluruh sekolah di negara bagian tersebut
akan memasukkan pendidikan Islam dalam kurikulum pendidikan utama. ''Saya pikir
kita akan mulai menerapkannya pada tahun ajaran mendatang,'' ujarnya saat
mengunjungi sekolah dasar di Hanover, termasuk mengunjungi kelas pendidikan
Islam di sekolah itu. Pada tahun 2010, pendidikan Islam sudah diujicobakan di
42 sekolah di sana. Sekitar 2 ribu siswa Muslim di sekolah-sekolah dasar telah
mendapatkan pendidikan Islam di negara bagian itu.
Kebijakan itu diterapkan setelah dipicu oleh
gelombang baru sentimen anti-Islam, terutama sikap konservatif politikus
Belanda, Geert Wilders, yang membeci Islam dengan membuat film Fitna.
Bahkan di Jerman sendiri kini telah berdiri partai baru yang diberi nama Partai
Kebebasan yang dibentuk oleh anggota Parlemen Berlin, René Stadtkewitz, yang
pandangan politiknya anti-Islam. Partai Kebebasan itu bahkan telah
mengundang Wilders untuk berpidato di Berlin. Stadtkewitz (45 tahun) mengatakan
Islam merupakan penghalang integrasi antara imigran dengan masyarakat Jerman.
''Islam bukan hanya agama, tetapi juga sistem politik. Islam tidak toleran
terhadap orang-orang yang berpikir secara berbeda,'' katanya.
·
Menjadi Kebijakan: Islam Masuk dalam Kurikulum Sekolah
Jerman
Sebagai tindak lanjut dari uji coba di atas, Menteri Dalam
Negeri Jerman Thomas de Maziere Senin (15/2/2011) menyerukan kepada 16 negara
bagian untuk memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya di sekolah-sekolah.
Berbicara di kota Jerman selatan, Nuremberg, ia meminta pemerintah agar
menyetujui konsep agama Islam dalam kelas pada tahun depan. De Mazier
mengungkapkan, kelas Islam di beberapa sekolah Jerman tidak akan lama lagi
masuk dalam ujian masuk sekolah, tetapi seharusnya dalam kenyataanya harus
dilandaskan dengan hukum yang kuat.
Ia menambahkan, setiap warga negara Jerman harus datang dan
membantu atas solusi pragmatis yang dimilikinya. Beberapa negara bagian di
Jerman telah lebih dulu memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya, tetapi
Berlin bertujuan untuk menawarkan Islam sebagai subjek reguler di
sekolah-sekolah di seluruh negeri, diajarkan dalam bahasa Jerman oleh guru-guru
yang terlatih di Jerman. Salah satu kendala utama dari kelas-kelas ini adalah
dana dan kekurangan guru agama Islam. Ada sekitar empat juta Muslim yang
tinggal di Jerman, termasuk sekitar 2,5 juta adalah orang Turki. Umumnya,
kemampuan komunikasi berbahasa Jerman (dan Inggris) dari kaum imigran Turki
cukup rendah. Oleh karenanya, mereka mengalami kendala bahasa (dan lainnya)
ketika bersosialisasi dan berintegrasi di Jerman.
·
Respon Masyarakat Jerman: Kurikulum Agama Islam Penyebar
Kebencian
Sebagaian masyarakat Jerman mengkritik kebijakan pemerintah
Jerman terkait masuknya pelajaran Agama Islam dalam kurikulum sekolah. Menurut
Mereka, kebijakan ini berefek pada penyebaran kebencian terhadap agama lain.
Menanggapi kritik itu, Menteri Pendidikan Jerman mengatakan tidak ada satupun
ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan pada umat agama lain.. "Tidak ada
satu ayat dalam Alquran yang membolehkan pelajar menganiaya pelajar
berkeyakinan berbeda," kata dia seperti dikutip rt.com, Jumat
(28/10/2011).
Kritik itu bermula saat ditemukan ada oknum guru yang
mengajarkan kebencian terhadap siswanya. "Orang Kristen gemar ke disko,
minum alkohol dan berbuat zina. Percayalah pada Alquran," demikian klaim
temuan masyarakat Jerman. Kepala Dewan Islam Jerman, Burhan Kesici menilai
sebelumnya hubungan antara pemerintah dan masyarakat Jerman dengan
komunitas Muslim dilandasi kecurigaan. Mereka khawatir pemuda Muslim berusaha
untuk memberlakukan hukum syariat di Jerman, katanya.
Salah seorang tokoh Gerakan Pax Europa Citizens, Karl
Schmidt, menuduh guru Agama Islam mengajarkan kepada muridnya bahwa mereka
adalah umat unggul. Ia mengajarkan pula bahwa hukum syariah lebih tinggi
daripada hukum Jerman. "Karena itu, mereka berusaha untuk memberlakukan
hukum syariat," papar dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maziere
Senin menyerukan kepada 16 negara bagian untuk memasukkan agama Islam dalam
kurikulumnya di sekolah-sekolah. Berbicara di kota Jerman selatan, Nuremberg,
ia meminta pemerintah agar menyetujui konsep agama Islam dalam kelas pada tahun
depan. Beberapa negara bagian di Jerman telah lebih dulu memasukkan agama Islam
dalam kurikulumnya. Pelajaran itu diajarkan dalam bahasa Jerman oleh guru-guru
yang terlatih. Salah satu kendala utama adalah kekurangan guru agama Islam. Ada
sekitar empat juta Muslim yang tinggal di Jerman, termasuk sekitar 2,5 juta
adalah orang Turki.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan
kepada Muslim di negerinya untuk mentaati undang-undang dan bukan hukum
syariah. "Sekarang dengan jelas bahwa di Jerman juga ada kaum Muslim.
Tetapi yang terpenting adalah untuk memberikan perhatian kepada Islam bahwa
nilai yang diajarkan Islam terwakili di dalam UU Jerman," ujar Merkel.
Merkel juga mengatakan bahwa Jerman saat ini membutuhkan seorang imam (pemimpin)
dengan pendidikan Jerman dan yang memiliki akar sosial Jerman
5. Mesjid Sebagai
Pusat Pembinaan
(Dr.
Phil. H. Zainul Fuad, M.A, 2010.) Karena tidak adanya infrastruktur keagamaan
formal, ltern-mesjid di Jerman memiliki peran yang sangat penting dalam
pembinaan komunitas Muslim. Mesjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah,
tapi juga sebagai tempat pendidikan/pengajaran, pertemuan ltern keagamaan,
acara perkawinan, dan pusat bisnis. Karenanya tidak sedikit ltern yang memiliki
lte, restoran, perpustakaan, dan ruang pertemuan. Saat ini jumlah ltern di
Jerman berkisar 2000, namun sebagian besar tidak dalam bentuknya yang umum,
melainkan ruko-ruko yang berada dekat pusat bisnis dan perumahan kaum Muslim.
Tuntutan kaum Muslimin untuk membangun ltern dalam bentuknya yang umum selalu
kandas di tingkat parlemen setempat. Namun sejak tahun 1990-an, banyak ltern
yang utuh dan megah di bangun. Satu laporan menyebut sekitar 200 telah
terbangun dan lebih dari 30 dalam proses pembangunan.
Sebagai
catatan akhir, dapat dikatakan bahwa perkembangan Islam dan komunitas Muslim di
Jerman tampak memberi dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat Jerman.
Penerimaan Islam oleh masyarakat Jerman sendiri menunjukkan agama ini
memberikan lternative bagi pemecahan masalah kehidupan mereka. Islam tidak lagi
diidentikkan sebagai agama para imigran melainkan agama yang terintegral dari
kehidupan mereka sendiri. Integrasi Islam dan kultur mereka inilah yang akan
membangun apa yang dikenal sebagai “Euro Islam”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam sudah dikenal oleh bangsa
Jerman sejak zaman pendudukan Kekhalifahan Islam di Spanyol, Pada saat zaman perang salib, peperangan terjadi antara kaum
muslim dengan bangsa Eropa, terutama Perancis, Jerman dan Inggris. Setelah
perang berakhir ini lah, munculah toleransi antar agama dan kebudayaan pun
berlangsung. Di saat itulah bangsa Eropa termasuk Jerman mulai mengenal lebih
jauh tentang Islam. Sastrawan nomor satu di Jerman, Wolfgang von Goethe, adalah
seorang pengagum Muhammad saw. Hubungan antara Jerman dan Islam terus
berlanjut. Bahkan dada tahun 1739, raja Friedrich Wilhelm I mendirikan sebuah
masjid di kota Potsdam untuk tentaranya yang beragama Islam, mereka disebut dengan nama
pasukan Muhammadaner. Mereka juga diberikan jaminan kebebasan beribadah. Pada Februari 1807 pasukan Muhammadaner
membantu raja Wilhelm memerangi Napoleon dari Perancis. Bersama pasukan Jerman
lainnya, mereka pun memerangi Rusia dan Polandia. Pada satu resimen bernama
Towarczy, 1220 tentara beragama Islam dan 1320 tentara lainnya beragama
kristen. Pada zaman itu, kaum muslim di Jerman selain menjadi tentara, mereka
juga banyak yang menjadi pedagang, diplomat, ilmuwan, dan penulis.
Dan
adapun sekarang sekitar 3,7 juta penduduk dari bangsa jerman menganut agama
islam, dari beberapa peristiwa itulah jerman menjadi salah satu bangsa yang
sangat berperan penting dalam perkembangan islam di eropa
B.
Saran
Dengan memahami bagaimana
perjalanan islam di eropa khususnya perkembangan islam di jerman ini, diharpkan
dapat memberikan suatu ilmu bagi kita, dan tentunya membangkitkan motivasi kita
untuk terus mengkaji sejarah islam yang ada di dunia ini
Demikian
makalah ini kami paparkan, kurang lebihnya mohon dimaafkan. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan. Jika ada kesalahan mohon di ingatkan dan
dibenarkan, sebagai perbaikan kami ke depan. Semoga apa yang tertera dalam
makalah ini dapat membawa manfaat untuk kita semua.
Daftar Pustaka
Blaschke, Jochen, (2004). Tolerated but Marginalised
- Muslims in Germany (Diterima tetapi ditindas - Muslim di Jerman). Kemten
: Parabolis Verlagsabteilung im Europäischen Migrationszentrum (stg)
Schiffauer, Werner, (2005). Turks in Germany
(Orang Turki di Jerman),New York : Melvin Ember
Wolbert, Barbara (1984). Migrationsbewältigung:
Orientierungen und Strategien. Göttingen: Edition Herodot.
http://zainulfuad.wordpress.com/artikel/perkembangan-islam-di-jerman/
(diakses :18 November 2013)
http://ms.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Jerman
(diakses : 18 Agustus 2013)
http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/main-content-08/ migrasi-dan-integrasi.html (diakses 18 November 2013)
http://www.shabestan.net/id/pages/?cid=5695
(diakses 18 November 2013)
kristenpenghujat.blogspot.com/ (diakses 18 November 2013)
http://www.suaramedia.com/berita-dunia/dunia
(diakses 18 November 2013)
http://kumpulanhadis.blogspot.com/2013/02/perkembangan-agama-islam-di-jerman.html
(diakses 18 November 2013)

izin copy :)
ReplyDeleteLet me copas ur post :) Thank u :)
ReplyDeleteassalamu'alaikum, saya izin minta copy paste. terima kasih;)
ReplyDeleteassalamu'alaikum,izin copy makalahnya.terima kasih
ReplyDelete